Saturday, January 15, 2011

Bercermin Pada Sahabat Abdurrahman Bin Auf Dan Abu Ubaidah bin Jarrah



Tulisan ini terinspirasi dari ulasan tentang kisah para sahabat nabi yang dijamin masuk surga, baik di halaqah maupun forum diskusi umum. Dua kisah sahabat ini sangat menarik untuk didalami dan dijadikan inspirasi kehidupan bagi seorang muslim, khususnya dalam memanage amanah harta. Adakah sifat dua sosok sahabat tersebut dalam kehidupan kita saat ini? Mari bersama kita instropeksi diri!


Siapakah Abu Ubaidah bin Jarrah? Menurut Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah telah memberikan penghormatan kepada Abu Ubaidah sebagai pemegang sumber kepercayaan umat dan rasulullah pada masa itu. Setelah masuk Islam dengan perantara Abu Bakar ra, beliau sangat menyadari bahwa seluruh apa yang dimiliki harus diberikan sepenuhnya untuk Islam bukan hanya setengah, ataupun sebagiannya. Jika Islam meminta hartanya, maka akan beliau infaqkan, tenaga darinya akan diberikan dan nyawapun siap beliau korbankan. Beliau dikenal sebagai seorang pemuda yang gagah berani, sangat ditakuti oleh musuh dan tidak dapat dikalahkan. Mendapat amanah sebagai pengawas baitul mal, kemudian menjadi seorang gubernur syam dan terakhir menjadi panglima perang pengganti Khalid bin Walid yang dikenal sangat perhatian terhadap anak buahnya. Subhanallah, mesk jabatan dan harta ada dalam genggaman tangannya namun beliau tetap hidup dalam keadaan zuhud, tidak hidup dalam gelimangan harta. Ketika Umar bin Khattab berkunjung dalam rumahnya, maka tidak ditemukan sebuah barang berhargapun kecuali tikar yang dibentang dan makanan ala kadarnya, Masha Allah. Bahkan karena begitu terkesannya terhadap sosok Abu Ubaidah, maka dalam sebuah kesempatan dihadapan para sahabatnya, Umar berkata tentang cita-cita yang terbaik adalah ketika umat Islam dipenuhi oleh pejuang muslim seperti Abu Ubaidah yang jujur, adil dan bijaksana.


Sahabat Abdurrahman bin Auf dalam banyak kisah dikenal sebagai sosok pedagang yang mulia yang memegang prinsip pantang untuk meminta pemberian orang lain, selain upahnya sendiri. Beliau adalah sosok pedagang yang memiliki strategi dagang luar biasa. Ketika hijrah menuju Madinah, beliau meninggalkan seluruh hartanya di Makkah. Dalam keadaan miskin tidak berbekal apapun, setiba di Madinah meski diberikan tawaran oleh kaum Anshor untuk mengambil harta dan istri mereka namun beliau menolak dan hanya meminta untuk ditunjukkan keberadaan pasar yang waktu itu dikuasai oleh yahudi. Kemudian beliau meminta tolong saudara barunya untuk membelikan tanah yang kurang berharga yang terletak di samping pasar tersebut untuk dipetak-petak dan mempersilakan siapa saja untuk berdagang di tempat itu tanpa membayar sewa. Banyak orang berbondong-bondong pindah ke pasar baru yang dikembangkan. Keuntungan para pedagangpun berlipat, Abdurahman mendapat bagi hasil dan semua menjadi gembira. Dalam jangka waktu yang pendek, Abdurrahman dapat keluar dari kemiskinan, bahkan menjadi salah seorang sahabat Rasulullah yang paling berada. Kegigihannya dalam berdagang sebagaimana beliau ungkapkan sendiri: "aku melihat diriku kalau seandainya aku mengangkat sebuah batu aku mengharapkan mendapatkan emas atau perak". Namun pendapatan yang semakin meningkat dari ke hari tidaklah menyebabkan beliau menjadi manusia yang pelit dan kikir serta jauh dari jalan Allah. Beliau tidak ragu untuk menyumbangkan hartanya di jalan Allah sebagaimana dalam sebuah riwayat bahwa beliau menyumbangkan setengah dari hartanya. Hal ini seperti disebutkan Zuhri bahwa Abdurrahman bin Auf menyumbangkan setengah dari hartanya sebanyak empat ribu dirham pada masa Rasulullah s.a.w., kemudian beliau menyumbangkan empat ribu dirham, kemudian empat puluh dinar, kemudian lima ratus kuda perang di jalan Allah, kemudian seribu lima ratus tunggangan atau rahilah di jalan Allah, dan semuanya merupakan harta dari berdagang. Disamping menyumbangkan hartanya di jalan Allah dan untuk fakir miskin beliau juga diceritakan merupakan orang yang paling banyak memerdekakan hamba. Dalam sebuah riwayat Ja'far bin Burqan berkata: saya pernah mendengar bahwa Abdurrahman bin Auf telah memerdekan hamba sahaya sebanyak tiga puluh ribu jiwa. Dan Abu Amr berkata dalam satu riwayat disebutkan bahwa beliau memerdekakan sebanyak tiga puluh hamba dalam satu hari. Selain itu, Abdurrahman dikenal pula dengan ketawadhuannya. Walaupun beliau merupakan salah satu shahabat Nabi s.a.w. yang telah dijanjikan masuk syurga namun beliau tetap dalam ketawadhuan. Sa'id bin Jubair berkata bahwa Abdurrahman bin Auf tidak dapat dibedakan diantara hamba sahayanya. Terakhir, Abdurrahman meninggalkan dua puluh delapan anak lelaki dan delapan anak perempuan. Luar biasa, walaupun sudah menyumbangkan hampir keseluruhan hartanya di jalan Allah s.w.t. namun beliau masih meninggalkan harta warisan yang sangat banyak. Dalam sebuah riwayat dari Muhammad, beliau menceritakan bahwa di antara harta peninggalan Abdurrahman bin Auf adalah emas murni sehingga tangan para tukang merasa kewalahan (lecet) untuk membagikannnya dan empat orang isterinya masing-masing menerima harta warisan sebanyak delapan puluh ribu dinar. Abu Amr berkata bahwa Abdurrahman adalah seorang pedagang sukses dalam bidang bidang perniagaan, sehingga mendapatkan laba yang sangat banyak, meninggalkan sebanyak seribu unta, tiga ratus kambing, seratus kuda perang yang digembalakan di daerah Naqi' dan mempunyai lahan pertanian sehingga kebutuhan keluarganya setahun dipasok dari hasil tanaman tersebut.


Alla kulli hal, meski kita tidak akan pernah menjadi sosok yang sama seperti Abu Ubaidah maupun Abdurrahman bin Auf, namun setidak-tidaknya perjuangan, kegigihan dan kesungguhan mereka dalam membela agama Islam dapat menginspirasi kehidupan kita. Bagaimanapun keadaan kita saat ini, sempit maupun lapang menginfakkan harta, tenaga, waktu dan jiwa di jalan Allah semoga menjadi bagian dari bentuk pembelaan kita untuk agama kita. Wallahu’alam.
by Yuni Yulia Farikha, dari berbagai sumber

No comments:

Post a Comment