Saturday, December 4, 2010

Let’s EDUCATE Ummah!



Pertama kali mengajar, ketika duduk di sekolah menengah. Ketika itu, beberapa remaja dikumpulkan untuk membina anak-anak di desa, tepatnya di MADIN Ath thahiriyah. Berbekal semangat mengajar dan ilmu tentang Islam yang terbatas, akhirnya bismillah saya mulai mengajar.

Seiring waktu, alhamdulillah, saya berkesempatan untuk mengajar kalangan yang berasal dari berbagai usia. Mulai dari mengajar iqra untuk balita di educare dan anak-anak SD, tutor English untuk anak SMP sampai dengan menjadi guru Geografi, Biologi dan English untuk siswa kejar paket C yang usia para siswanya setara dengan ibu saya. Sungguh jika mengingat semua itu, rasanya ingin selalu tersenyum dan ingin kembali merasakan kesibukan menjadi seorang guru.

Kegiatan mengajar merupakan hal yang menyenangkan. Ada kepuasan tersendiri ketika kita berkesempatan untuk bertatap muka, menyampaikan sesuatu yang bermanfaat (transfer of knowledge) dan mendapatkan respon balik dari mereka. Bahkan tidak heran bagi kebanyakan orang, mengajar dapat menjadi obat penghibur ketika sedih maupun ketika sedang banyak masalah.

Pendidikan berperan dalam membina dan mengarahkan kehidupan seseorang. Pendidikan dalam hal ini adalah pendidikan multidimensi, yang mencakup segala bidang studi. Sistem pendidikan yang Islami diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan di dunia dan akhirat. Peran guru dalam hal ini sangat penting dalam membimbing anak muridnya. Di zaman yang penuh tantangan seperti saat ini, diperlukan sosok guru yang memiliki komitmen untuk ikut menyelamatkan generasi yang akan datang dengan teguh memegang nilai-nilai Islami. Semoga para guru diberikan kemudahan, keikhlasan dan keistiqomahan dalam menjalankan tugas sebagai pendidik. aamiin. Peluang mengajar ada dimana-mana, mari manfaatkan hal itu sebagai lahan amal kita. Menjadi guru, siapa takut? Let’s educate ummah! wallahu’allam.
By Yuni Yulia Farikha

1 comment:

  1. Salam,
    Saya juga mulai mengalami perasaan yang sama meskipun sebenarnya baru mulai merintis menjadi guru secara formal di salah satu sekolah Islam di Bandung. Ketika saat libur tiba, saya biasanya mulai mengalami rasa hampa karena tidak akan bertemu dengan murid-murid di sekolah. Apalagi ketika libur. Tapi kini berkat kemajuan TIK (ICT), rasa hampa itu bisa sedikit terobati dengan adanya program distance learning yang baru saja saya rintis agar mereka dapat tetap belajar meski berada di luar jam sekolah.
    Mereka seringkali mewarnai hidup saya dan memberikan kesempatan untuk berbagi ilmu serta pengalaman. Mengajar itu memang mengasyikan. Yang paling asyik adalah manakala kita selaku guru dapat bertukar pikiran dengan mereka, mengetahui persepsi dan apresiasi mereka terhadap kegiatan belajar yang tengah dilakukan.
    Meski demikian, Mengajar itu juga tanggung jawabnya besar jika tidak mampu membimbing mereka dan menjadi teladan yang baik bagi mereka. Integritas seorang pendidik bagi saya mesti ditempatkan pada prioritas pertama.
    Murid yang berbakat (berprestasi) memotivasi kita untuk selalu meng-upgrade dan meng-update ilmu yang telah kita miliki agar ia kelak dapat menjadi 'bintang yang mampu menyinari alam disekitarnya'. Adapun murid yang cenderung 'bermasalah' mengajarkan kita untuk berlatih kesabaran, lapang dada, dan kelembutan. Murid yang seperti di suatu saat akan membuat kita mencari tahu dan menyadari apa sebenarnya yang menyebabkan tipikal murid seperti itu di setiap kelas. Biasanya jika mereka tidak menghadiri kelas (absen), suasana kelas menjadi kurang 'semarak'. Ibarat hujan jika tidak ada petir rasanya ada kurang. Lagi pula, sedahsyat-dahsyatnya petir ketika hujan, pasti memiliki kebaikan. Hujan deras pun besar manfaatnya asal manusia tahu cara mengelolanya.
    Bagi saya, keberagaman (diversity) adalah kekayaan yang dapat menjadi sumber kekuatan sepanjang kita cerdas dalam mengelolanya dan mengarahkannya. Bukankah dengan demikian ktia akan belajar tentang kearifan sosial (social wisdom).
    Yah, kurang lebih seperti itulah pengalaman yang saya dapatkan selama menjadi guru di sekolah formal. Meski sayang di sekolah kami, meskipun labelnya Islam dan ada mata pelajaran Tahsin & Tahfizh Qur'an juz 29-30, namun kurikulum dan kegiatan belajar-mengajarnya belum sepenuhnya dipadukan dengan nilai-nilai Islam. Sepertinya masih ada kendala. Apa yah kira-kira?
    Kini di sekolah kami tengah didirikan BMT dan saya selaku sekretarisnya. Beginilah realita sekolah-sekolah Islam, SDM-nya mesti merangkap beberapa jabatan di beberapa lembaga yang berbeda di bawah payung yang sama. Kurang SDM atau finansial? Entahlah ...
    Sudah lama sebenarnya saya ingin mengambil kulian ekonomi Islam (S2)namun untuk konsentrasi ekonomi makro karena sebelumnya S1 saya adalah Administrasi Publik dengan konsentrasi 'Public Policy'.
    saya ingin terus mengembangkan ilmu yang telah saya miliki tsb. dan memadukannya dengan kajian ekonomi Islam. Saya rasa masih jarang pakarnya? Ada tidak jurusannya? saya sudah coba survey di program pasca sarjana Unibraw, Malang dan sepertinya memang ada.
    Jika Mbak Yuni berkenan boleh dong dibagi info tentang sekolah S2 yang sesuai dengan minat saya dan apakah masih ada tawaran beasiswa untuk program S2 Ekonomi Islam di negeri Jiran atau negara-negara tetangga.
    Atas infonya saya ucapkan jazaakillah.
    Ayo berjuang bersama!!!

    ReplyDelete