Tuesday, August 23, 2011

GO I’TIKAF, Don’t Miss It!





Saat ini kita telah memasuki 10 hari terakhir Ramadhan. Bagi saya, ramadhan tahun ini terasa lebih nikmat dari tahun-tahun sebelumnya. Kenapa? Karena sejak hari yang keenam saya dan dua puluhanan kawan muslimah yang lain kami tinggal di masjid UIA. Yup, kita menempati traveller room level tiga masjid. Alhamdulillah, dibandingkan tahun sebelumnya tahun ini saya lebih banyak berada di masjid dan tidak banyak disibukkan untuk pekerjaan di luar kampus.

Sekarang baru saya merasakan bahwa meski setiap hari belum bisa dikatakan 100 % di masjid, at least menghabiskan rata-rata 10 jam setiap hari di masjid adalah kesempatan yang sangat berharga. Kebahagiaan yang tidak terkira ketika malam 21 Ramadhan yang lalu, masjid terasa sangat sesak. Banyak jamaah dari luar UIA datang untuk menikmati malam 21 di masjid UIA. Para jamaah seakan-akan tidak mau untuk melewatkan begitu saja sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.

Masjid UIA merupakan salah satu masjid yang kondusif untuk beribadah selama Ramadhan, karena masjid yang luas memiliki empat lantai dan juga terdapat panitia yang mengarrange kegiatan i’tikaf. Selama 10 hari terakhir panitia menghadirkan aktifitas ceramah, tarawih dan qiyamul lail berjamaah, kelas bahasa Arab, bedah buku sekaligus iftar dan sahur bersama. Allahu akbar, indahnya......
I’tikaf secara lughah artinya mengikuti, mengiringi, membiasakan, menetapi (Lihat Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, 1/244. Mawqi’ Ruh Al Islam). Menurut sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah yang dimaksud I’tikaf di sini adalah menetapi masjid dan menegakkan shalat di dalamnya dengan niat mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla. (Fiqhus Sunnah, 1/475).

Hukumnya adalah sunnah alias tidak wajib, kecuali I’tikaf karena nazar. Dalam Al Qur’an, tentang I’tikaf ini dapat dilihat dalam QS. Al Baqarah : 187 “Janganlah kalian mencampuri mereka (Istri), sedang kalian sedang I’tikaf di masjid”. Dalam hadits salah satunya seperti diriwayatkan oleh ‘Aisyah Radiallahu ‘Anha bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan Allah, kemudian istri-istrinya pun I’tikaf setelah itu (HR. Bukhari, No. 2026, Muslim No. 1171, Abu Daud No. 2462. Ahmad No. 24613, dan lainnya).

Bagi wanita, terdapat dalil bolehnya I’tikaf dan tidak ragu bahwa kebolehan itu terikat dengan izin para walinya, atau aman dari fitnah, dan aman dari berduaan dengan laki-laki lantaran banyak dalil yang menunjukkan hal itu, juga kaidah fiqih: menolak kerusakan lebih diutamakan dibanding mengambil maslahat (Qiyamur Ramadhan, Hal. 35. Cet. 2. Maktabah Islamiyah, ‘Amman. Jordan).

Adapun yang menjadi yarat bagi orang yang beri’tikaf adalah muslim, mumayyiz (sudah mampu membedakan salah benar, baik buruk), suci dari junub, haid, dan nifas, tidak sah jika kafir, anak-anak yang belum mumayyiz, junub, haid, dan nifas (Fiqhus Sunnah, 1/477). Ada dua rukun I’tikaf yaitu niat untuk ibadah dan menetap di masjid. Di masjid adalah syarat sahnya I’tikaf sesuai petunjuk Al Quran Al Baqarah ayat 187, juga menjadi contoh dari sunah Rasululah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Apa yang dilakukan selama I’tikaf? hendaknya para mu’takifin memanfaatkan waktunya selama I’tikaf dengan aktifitas ketaatan, seperti membaca Al Quran, dzikir dengan kalimat yang ma’tsur, muhasabah, shalat sunnah mutlak, boleh saja diselingi dengan kajian ilmu.

Aktifitas yang diperbolehkan selama I’tikaf (diringkas dari Fiqhus Sunnah) adalah pertama, tawdi’ (melepas keluarga yang mengantar), sebagaimana yang nabi lakukan terhadp Shafiyyah. Kedua, menyisir dan mencukur rambut, sebagaimana yang ‘Aisyah lakukan terhadap nabi. Ketiga, keluar untuk memenuhi hajat manusiawi, seperti buang hajat. Keempat, makan, minum, dan tidur ketika I’tikaf di masjid, atau mencuci pakaian, membersihkan najis, dan perbuatan lain yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Adapun yang menjadi pembatal I’tikaf antara lain secara sengaja keluar dari masjid tanpa ada keperluan walau sebentar, murtad, hilang akal, gila, mabuk, jima’ / hubungan badan (Lihat semua dalam Fiqhus Sunnah, 1/481-483).

Meski begitu singkat penjabaran tentang fikih I’tikaf di atas, tetapi setidak-tidaknya cukup menjadi bekal bagi kita untuk melakukan I’tikaf. Mari lewati sepuluh hari tekakhir Ramadhan kali ini dengan I’tikaf di masjid. Mari kita berusaha mendapatkan lailatul qadar dan memaksimalkan ibadah di bulan Ramadhan. Semoga kita dapat mencapai derajat muttaqin, lulus dari madrasah ramadhan dengan predicate cumlaude dan semakin menjadi umat yang lebih baik di hadapan Allah SWT..aamiin.
By Yuni Yulia Farikha

POTRET CLEANER



Pertama kali menapak di kampus, ada sebuah kekaguman dengan lingkungan kampus yang bersih. Kampus UIA yang luas, indah, asri, banyak bangunan, halaman yang hijau, pepohonan yang beragam dengan jumlah yang banyak, beberapa aliran sungai di dalam kampus yang bersih, lahan parkir yang tersedia di setiap fakultas dan kantin yang menyebar di beberapa tempat, dan semuanya masya Allah hampir selalu terlihat bersih.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kampus UIA yang bersih adalah atas jasa para pegawai kebersihan yang lebih dikenal dengan cleaner. Ada dua jenis cleaner yang rutin terlihat di kampus yaitu cleaner yang mengurusi area dalam dan luar yang bisa dilihat dari perbedaan seragam yang mereka kenakan, yaitu cleaner area dalam memakai baju berwarna biru dan kaos hijua muda bagi cleaner di area luar. Area dalam meliputi bangunan kantor, masjid, asrama/mahalah dan sport complex. Sedangkan area luar atau disebut landscape cleaner biasanya membersihkan halaman, menyapu sepanjang jalan,memotong rumput, menata taman, menyapu di bawah pohon – pohon dan membersihkan sepanjang sungai. Menurut saya, pekerjaan landscape cleaner lebih kasar dibandingkan cleaner biru, saking kasarnya maka sering terlihat mereka memakai kaos tangan tebal dan topi selama bekerja.

Di UIA, para pekerja cleaner diatur oleh managemen Daya Bersih. Berdasarkan informasi dari salah satu penyelia (coordinator cleaner), mayoritas cleaner adalah wanita yang berasal dari Indonesia. Jumlah cleaner Indonesia di kampus UIA adalah 1110 orang yang terbagi di beberapa tempat. Ada 490 orang di UIA Gombak dan sisanya, para cleaner tersebut bertugas di kampus UIA yang lain seperti ISTAC, matrikulasi UIA, IIBF dan UIA Kuantan. Para cleaner rata-rata berasal dari kalangan berpendidikan sangat rendah dari kampung-kampung pedalaman di Indonesia. Bahkan beberapa dari mereka berada di Malaysia tanpa membawa dokumen resmi. Umur para cleanerpun sangat variatif. Ada yang terlihat sangat muda, baru lulus SD hingga usia uzur lebih dari 60 tahun. Sehingga tidak heran jika dari beberapa cleaner sering kami panggil nenek.

Masya Allah sangat besar peran mereka dalam menjaga kenyamana lingkungan kampus. Karena telah dibekali skill sebelum bekerja, maka hampir setiap sudut kampus selalu tersentuh oleh tangan mereka sehingga senantiasa terlihat bersih. Beberapa kali ketika kampus libur 1-3 hari, maka yang terlihat adalah lingkungan kampus yang tidak sedap dipandang. Tanpa cleaner, sampah banyak menumpuk di tempat sampah baik di kampus maupun di asrama, dedaunan bertebaran di sepanjang jalan, lantai yang kotor, toilet yang berbau tidak sedap dan kondisi tersebut membuat ketidak nyamanan berada di kampus.

Ala kulli hal, ucapan terima kasih yang tiada kira untuk para cleaner UIA maupun para cleaner yang ada di mana saja. Bukanlah sebuah pilihan yang diidamkan banyak orang menjadi seorang cleaner. Lebih tepatnya karena tuntutan hiduplah yang membuat mereka berprofesi sebagai cleaner. Namun di atas semua itu, profesi cleaner merupakan tugas yang mulia, bukankah dalam Islam kebersihan adalah sebagian dari iman?

Semoga Allah mencatat aktifitas para cleaner sebagai amal ibadah. Jangan pernah kita menyepelekan profesi mereka. Pendapatan mereka masih di bawah standar, RM400-600 namun tanpa mereka, maka menurut saya UIA tidak akan terlihat indah. Mensikapi kondisi kebanyakan cleaner yang masih kurang sejahtera baik secara material maupun spiritual, maka kita patut ambil perhatian. Kegiatan pengajian rutin, ceramah motivasi maupun sesekali memberikan bantuan materi kepada mereka sangat diperlukan. Kawan, mari kita bantu mereka, Fastabiqul khairattt!!
By Yuni Yulia Farikha

Tuesday, August 16, 2011

My Beloved Masjid SHAS IIUM











Sultan Haji Ahmad Shah atau sering disebut SHAS adalah nama masjid kampus IIUM. Percaya tidak percaya dari hasil interview beberapa kawan..cie, masjid kampus merupakan tempat yang paling diidolakan. Banyak dari mereka sepakat jika masjid tersebut merupakan sebuah tempat yang dirindukan ketika berada jauh dari kampus, misalnya ketika pulang kampung kembali ke Negara asal. Siapa aja yang berada di masjid IIUM, pasti akan merasa nyaman dan teduh di dalamnya, hal yang sama ketika berada di masjid yang lainnya. Tapi menurut saya, masjid kampus menjadi rumah kedua setelah kamar sendiri dan rasa nyaman di masjid IIUM lebih daripada yang lain, pokoknya sulit untuk diungkapkan..he3. Seperti apa sih masjid IIUM?

Masjid Shas berdiri tegak di tengah-tengah lingkungan IIUM, tepatnya di sebelah gedung rektorat kampus. Bangunan besar yang digunakan sebagai tempat beribadah tersebut memiliki menara yang cukup tinggi kira-kira 20 meter. Masjid kampus bercorak timur tengah, pada bagian depan dihiasi 33 pohon Palm, di bagian kanan dan kiri tampak beberapa pohon Palm yang ditanam di sela-sela bangunan tempat wudhu laki-laki yang terlihat indah dan alami.

Masjid tersebut memiliki empat lantai. Tempat wudhu laki –laki maupun perempuan, toilet, kamar untuk memandikan jenazah, tempat istirahat bagi perempuan, 4 ruang kelas dan juga serambi yang sering digunakan untuk kegiatan kampus seperti donor darah dan buka bersama selama ramadhan. Pada tempat wudhu perempuan terdapat 110 kran air dan belasan toilet.Tempat sholat terluas berada di lantai 2. Di lantai kedua itu pula terdapat kantor masjid. Pada lantai ketiga dan keempat tersedia ruang tidur traveller yang sekaligus dipakai sebagai tempat tidur bagi orang yang sedang mabit di masjid.

Untuk menjaga kebersihan, keindahan dan kenyamanan masjid, pihak management masjid mengerahkan tujuh cleaner. Setiap hari pada jam kerja, para cleaner tersebut memiliki tugas rutin seperti menyapu, mengepel, membersihkan karpet masjid dengan vacuum cleaner, merapikan alqur’an di rak-rak yang tersedia, membersihkan toilet dan membuang sampah. Kadangkala para cleaner harus bekerja lembur membersihkan masjid pada hari libur ketika di masjid terdapat kegiatan besar seperti pengajian, peringatan hari besar, sholat idul id dan adha dan lainnya.

Selain sebagai tempat sholat, masjid SHAS sering digunakan pula sebagai tempat untuk grand qiyamulali bulanan,tempat mengucapkan ijab qabul pernikahan, pengajian rutin dan kuliah eksidental ketika terdapat kunjungan orang penting dan ilmuwan muslim dari dalam maupun luar Negara. Sejak saya di IIUM, banyak orang masyhur yang telah melakukan kunjungan ke masjid tersebut seperti perdana menteri Malaysia, Yusuf Islam, Syaikh Sudays, ust Bilal Philip dan ustaz-ustaz yang lain. Selain itu di masjid SHAS juga digunakan sebagai tempat halaqah, sehingga tidak heran jika khususnya pada hari Sabtu dan Ahad kita akan melihat banyak mahasiswa yang berkumpul dalam lingkaran kecil untuk mengkaji Islam bersama di masjid tersebut. Karena di IIUM, kegiatan halaqah merupakan kegiatan wajib bagi mahasiswa S1 dan biasanya yang menjadi fasilitatornya adalah mahasiswa S2/S3.

Masjid meski merupakan tempat yang suci dan nyaman, namun juga kadangkala menjadi tempat yang tidak aman. Walaupun tidak sering terjadi, tetapi di masjid IIUM telah beberapa kali terdapat kasus kehilangan. 12 CCTV yang dipasang di beberapa titik di dalam masjid ternyata belum bisa menghalangi masuknya pencuri ke dalam masjid. Upaya yang dilakukan masjid selama ini baru sebatas mendisplay kalimat peringatan yang tertulis di kotak layar shaf terdepan masjid level dua dengan tulisan Please Keep Your Belonging. Saat ini, dimanapun kita, meskipun di masjid tetap harus menjaga barang yang kita miliki, lebih-lebih jika barang tersebut adalah berharga agar tidak tidak menimbulkan daya tarik bagi orang lain untuk mengambilnya.

Ala kulli hal, masjid IIUM yang selalu ada di hatiku...semoga selalu bersih, nyaman dan terus memberikan manfaat. Dan bagi kita yang suka ke masjid, jangan lupa untuk tetap menjaga kebersihan, menjaga barang yang kita bawa dan memanfaatkan masjid sabagai sarana untuk semakin dekat kepada Allah.Mari kita selalu menjaga rumah Allah SWT!
By Yuni Yulia Farikha

Sunday, August 14, 2011

Fellowship Announcement.



IIiBF Fellowship is now open for applications to outstanding students with exceptional academic results and leadership qualities who intend to or are currently pursuing a full-time postgraduate degree at IIUM Institute of Islamic Banking and Finance. This fellowship will provide full tuition fee waiver only amounting to RM 21,000 Malaysian/ RM 26,000 International (for Master Programme) and RM 25,0000 Malaysian/ RM 27,000 International (for Ph.D Programme).
For more details, kindly click http://www.iium.edu.my/iiibf/news/iiibf-fellowship-announcement.
Thank you.

Monday, August 1, 2011

Serba-Serbi Konferensi





Sebenarnya sudah agak lama ingin menulis tentang kesan mengikuti konferensi maupun seminar selama ini. Banyak hal baru yang didapatkan, baik yang menyenangkan maupun mengecewakan. Sharing pengalaman yang didapatkan ketika berperan sebagai peserta maupun panitia konferensi.

Ketika dulu semasa kuliah S1, mengikuti seminar internasional itu bagaikan hanya sebuah mimpi...huff. Yup, di benak saya, pasti kita harus bayar banyak (jutaan rupiah) dan pake bahasa Inggris. So, semasa kuliah S1 saya belum pernah mengikuti seminar skala internasional, maklum dari kampus kecil, dari kota kecil pula..he3. Beberapa kali ikut seminar maupun musyawarah tingkat nasional di Jakarta, Bandung, Semarang saja saya sudah senang dan menjadi prestasi tersendiri buat saya...he.

Alhamduillah, dibandingkan di Indonesia, saya merasa lebih beruntung kuliah di Malaysia. Kenapa? Salah satunya adalah karena di sini untuk dapat mengikuti konferensi maupun seminar international adalah lebih mudah bahkan sering tanpa perlu mengeluarkan biaya. Padahal jika membayar, maka kita harus mengeluarkan kocek yang tidak sedikit, mulai dari RM300 hingga ribuan ringgit per orang. Beberapa kali mengikuti seminar dan konferensi tingkat internasional baik di kampus maupun di Twin Tower, PWTC, IAIS, Seri Pacific Ballroom dll Alhamdulillah saya tidak pernah mengeluarkan uang. Yup, mahasiswa cukup hanya mendaftar via on line dan biasanya first come first serve alias siapa cepat dia dapat..he3. Bayangkan, kita tidak perlu mengeluarkan modal uang, namun kita bisa mendapatkan materi dari para pembicara yahud, menikmati fasilitas makan dan handy bag dan yang tidak kalah pentingnya kita dapat menambah networking pasca seminar. Topik seminar yang saya ikutipun sangat beragam mulai dari tentang pendidikan, isu Palestina, Islamic finance, woman enterpreneur, Muslim youth, Islamic tourism dan yang lainnya. Selama ini, jika ada info seminar dan kebetulan ada waktu, maka mahasiswa di sini bersemangat untuk mengikutinya.

Jangan salah, ternyata kedatangan peserta dari kalangan mahasiswa itu sangat dielu-elukan oleh panitia acara. Betulkah?betull, biasanya delegasi dari akademisi mendapatkan jatah tersendiri dan mereka free on charge alias gratis, yang penting datang...he3. Asumsinya, kalangan akademisi adalah kumpulan orang yang tepa dan terbiasa dengan agenda seminar dan mendengarkan ceramah. Hal ini saya ketahui dari ketika beberapa hari yang lalu menjadi panitia seminar (panitia dapat honor RM100/hari). Panitia telah mengalokasikan 150 pack untuk mahasiswa dari total peserta 300 undangan tetapi yang datang hanya 37 mahasiswa.Coba bayangkan begitu sedihnya, hanya sedikit yang datang..hiks. Apalagi tempat dan fasilitas sudah booked jauh-jauh hari sebanyak 300 pack, so menimbulkan banyak kemubaziran. Nah, ternyata, mahasiswa berperan penting dalam seminar bukan?ini sekilas cerita di Malaysia, bagaimana di Indonesia?

Trus ada juga kisah lucu ketika menjadi panitia konferensi. Dalam bayangan saya, international conference itu semuanya serba formal, pake jas, bersepatu, kalo perlu atas bawah berwarna putih hitam, tapi ternyata,.....salah....Suatu hari kawan saya, yang menjadi petugas pembawa souvenir untuk pembicara, dia memakai sandal jepit seperti Carvile kalo di Indonesia..he33, namun kebetulan celananya panjang, jadi tidak begitu kentara kalau dia bersandal jepit yang bagian depan kakinya terbuka. Ada lagi kawan saya yang lain yang menjadi MC, dia memakai baju sweater hijau dan rok jeans plus sandal selop..ha..ha..pokoknya gaul banget. Bagi saya kedua hal tersebut kurang sedap dipandang, tapi kawan-kawan saya cuek saja dan heran juga dari ketua panitia tidak menegur. Yah, kejadian itu semoga tidak terulang lagi.

Selain senang dan lucu,saya juga memiliki perasaan kecewa dari beberapa seminar yang pernah dikuti. Meski forum tersebut membawa isu Islami, misalnya tentang entrepreneur wanita dalam perspekti Islam, atau Turisme Islami, tapi ternyata event organizernya belum sepenuhnya sharia compliance/sesuai nilai-nilai Islam. Beberapa panitia tidak berjilbab bahkan master of ceremony-nya tidak mengenakan kerudung. Selain itu, sudah hal lumrah ketika coffee break peserta konferensi selalu standing party or berdiri. Saya merasa bahwa seminar maupun konferensi tersebut hanya bernilai komersial saja dan kurang bisa menampilkan ruh Islam selama kegiatan berlangsung.

Dari sedikit pengalaman mengikuti konferensi maupun seminar di atas, hal yang penting menurut saya adalah perlunya event organizer yang Islami yang memiliki komitmen untuk menyajikan acara yang Islami pula. Sehingga ruh Islam dalam setiap konferensi yang mengangkat isu-isu Islam dapat didapatkan selama acara berlangsung. Suatu saat saya ingin memiliki Event organizer yang islami semoga, insya Allah. Wallahu’alam. By Yuni yulia farikha