Tuesday, November 29, 2011

Menjadi Entrepreneur, Membangun Muslim Produktif bukan Konsumtif



Keberadaan seorang entrepreneur atau usahawan dalam perekonomian sebuah Negara menjadi sangat penting. Khususnya di Indonesia, jumlah usaha skala kecil dan menengah yang sangat besar merupakan penggerak utama ekonomi sektor riil. Bahkan telah terbukti bahwa mereka memiliki keampuhan dapat bertahan ketika krisis ekonomi 1997 yang lalu.

Biasanya membuka usaha sendiri, bagi kebanyakan orang menjadi pilihan terakhir setelah gagal melamar menjadi seorang PNS maupun pegawai sebuah perusahan. Padahal sebenarnya, kalau kita berkaca pada tauladan kita, nabi Muhammad saw, menjadi usahawan menjadi pilihan hidup beliau. Entrepreneur mencerminkan sosok pribadi yang mandiri, suka bekerja keras, tidak mudah menyerah pada keadaan dan tidak mudah bergantung pada orang lain. Bagi seorang yang berjiwa entrepreneur, sempitnya lapangan kerja bukan penghalang, tapi merupakan pemicu semangat untuk membuka lahan baru yang lebih menjanjikan.

Bagaimana Rasulullah dan para sahabat dahulu sebagai entrepreneur? Rasulullah besar dalam keadaan yatim piatu, tapi berkat kerja dan usaha yang optimal optimal beliau sukses menjadi pedagang dalam usia yang relative muda. Sahabat Rasulullah, Abu Bakar ra telah menjadi seorang milioner sejak usia 18 tahun dan dari hasil perniagaan, beliau selalu berkontribusi membiayai peperangan yang terjadi pada masa itu.

Begitu pula sosok sahabat Abdurrahman bin Auf yang dalam banyak kisah dikenal sebagai sosok pedagang yang mulia yang memegang prinsip pantang untuk meminta pemberian orang lain, selain upahnya sendiri. Beliau adalah sosok pedagang yang memiliki strategi dagang luar biasa. Ketika hijrah menuju Madinah, beliau dalam keadaan miskin tidak berbekal apapun. Da setiba di Madinah meski diberikan tawaran oleh kaum Anshor untuk mengambil harta dan istri mereka namun beliau menolak dan hanya meminta untuk ditunjukkan keberadaan pasar yang waktu itu dikuasai oleh yahudi. Kegigihan beliau dalam berdagang sebagaimana beliau ungkapkan sendiri: "aku melihat diriku kalau seandainya aku mengangkat sebuah batu aku mengharapkan mendapatkan emas atau perak". Pendapatan yang semakin meningkat dari ke hari tidaklah menyebabkan beliau menjadi manusia yang pelit dan kikir serta jauh dari jalan Allah. Beliau tidak ragu untuk menyumbangkan hartanya di jalan Allah sebagaimana dalam sebuah riwayat bahwa beliau menyumbangkan setengah dari hartanya. Hal ini seperti disebutkan Zuhri bahwa Abdurrahman bin Auf menyumbangkan setengah dari hartanya sebanyak empat ribu dirham pada masa Rasulullah s.a.w., kemudian beliau menyumbangkan empat ribu dirham, kemudian empat puluh dinar, kemudian lima ratus kuda perang di jalan Allah, kemudian seribu lima ratus tunggangan atau rahilah di jalan Allah, dan semuanya merupakan harta dari berdagang. Masha Allah.

Ada banyak lagi keistimewaan dari sosok Abdurrahman bin Auf yaitu meninggalkan dua puluh delapan anak lelaki dan delapan anak perempuan. Luar biasa, walaupun sudah menyumbangkan hampir keseluruhan hartanya di jalan Allah s.w.t. namun beliau masih meninggalkan harta warisan yang sangat banyak. Dalam sebuah riwayat dari Muhammad, beliau menceritakan bahwa di antara harta peninggalan Abdurrahman bin Auf adalah emas murni sehingga tangan para tukang merasa kewalahan (lecet) untuk membagikannnya dan empat orang isterinya masing-masing menerima harta warisan sebanyak delapan puluh ribu dinar. Abu Amr berkata bahwa Abdurrahman adalah seorang pedagang sukses dalam bidang bidang perniagaan, sehingga mendapatkan laba yang sangat banyak, meninggalkan sebanyak seribu unta, tiga ratus kambing, seratus kuda perang yang digembalakan di daerah Naqi' dan mempunyai lahan pertanian sehingga kebutuhan keluarganya setahun dipasok dari hasil tanaman tersebut. Allahu Akbar.

Dewasa ini, kita juga dapat belajar dari Negara Turkey yang secara ekonomi telah mapan, mayoritas penduduk di Negara tersebut adalah pedagang. Sektor perdagangan merupakan sektor riil yang menggerakkan perekonomian di Negara tersebut. Dalam Islam, seorang pedagang memiliki beberapa keistimewaan. Sebagaimana dalam surat Annur ayat 37, pedagang yang selalu mengingat Allah akan mendapatkan pancaran nur dari Allah. Dalam sebuah hadits dikatakan pula bahwa pedagang merupakan sembilan dari sepuluh pintu masuk surga. Selain itu, mayoritas para sahabat nabi yang dijamin masuk surga, mereka adalah para pedagang.

Rasulullah, para sahabat dan juga para entrepreneur menurut penulis merupakan refleksi generasi Ar Ra’du yang terukir dalam ayatnya “ sesunguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri”(QS. Ar Ra’du /13: 11). Point yang penting dari fakta kesuksesan para entrepreneur dan dari ayat Allah tersebut adalah sikap kemandirian. Kemandirian adalah manifestasi dari keyakinan seseorang untuk mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya dengan tidak bergantung pada orang lain. Dan kemandirian tidak dapat berdiri tanpa adanya keberanian. Dalam hal ini, menurut penulis, kemandirian dan keberanian menjadi modal dasar untuk menjadi seorang entrepreneur.

Lebih-lebih bagi seorang muslimah, seorang entrepreneur menjadi profesi yang sangat “nyaman dan selamat “. Kenapa? karena jam kerja yang fleksibel, tidak terikat waktu dan tempat serta dapat melakukan aktifitas bisnis sekaligus mengurus keluarga. Bunda siti Khatijah ra menjadi contoh yang ideal untuk kita ikuti. Seorang wanita yang sukses menghandle bisnis skala internasional, sukses dalam keluarga serta tidak diragukan lagi akan komitmen dan kontribusi beliau terhadap dakwah.
Kenapa berbisnis? Menurut salah seorang trainer WEDIC, DR Mira Kartiwi, yang menjadi alasan utama seorang muslim dalam berbisnis adalah untuk membangun dan mengembalikan peradaban Islam kepada masyarakat yang produktif bukan konsumtif. Selain itu, dengan berbisnis maka telah membangun ekonomi keluarga dan ikut membangun perekonomian umat melalui zakat.

Bagaimana dengan kita? mari memulai menciptakan usaha sekarang juga, meski dari skala kecil tanpa harus menunggu dan memilih waktu yang tepat. Selain itu, kita juga harus memperhatikan agar jangan melakukan semua usaha sendiri alias perlunya kita bekerja sama satu sama lain dan pentingnya membuat sebuah jaringan. wallahu alam bishowab.
By Yuni Yulia Farikha (sedang belajar menjadi entrepreneur)

No comments:

Post a Comment